LPI VS LSI Masalah Utama Sepakbola Indonesia Liga Primer Profesional Liga Super Rugi Finansial. APBN dijarah duit dan uang sponsor PSSI aka PT Liga Indonesia LI tak tahu kemana. Tragis! Beragam cara yang dilakukan PSSI untuk menggagalkan berputarnya kompetisi Liga Primer Indonesia atau LPI, tidak membuahkan hasil. Akhirnya Mabes Polri mengizinkan digelarnya pertandingan-pertandingan sepak bola LPI, dimulai dari Solo pada Sabtu (8/1/20011). Seru juga perseteruan LSI vs LPI tahun 2011. Lihat Jadwal LPI Liga Primer Indonesia 2011/2012 Pertandingan LPI Tandang dan Kandang Siaran Langsung Indosiar Tahun 2011 dan Format Liga Indonesia Terbaru Liga Primer Indonesia (LPI) Reformasi Sepakbola Nasional.
Peristiwa ini bukan sekadar kekalahan politik Nurdin Halid dkk, tetapi juga mengancam periok nasi. Bagaimana tidak, atas nama PSSI, Nurdin Halid dkk bisa menggelar kompetisi Liga Super Indonesia (LSI), yang bergelimang uang; sementara biaya operasional klub tetap dibebankan kepada APBD.
LPI, di sisi lain, menjanjikan transparansi dan profesionalisme pengelolaan dana. PT Liga Primer Indonesia selaku penyelenggara LPI mensubsidi klub-klub untuk berkembang. LPI juga menegaskan diri, tidak akan menggunakan dana APBD untuk menggerakkan kompetisi bermutu.
Benarkah LSI bergelimang uang? Para pengelolanya menolak, malah dalam beberapa kesempatan mereka menyebut merugi. Namun, jika benar merugi, pertanyaannya sederhana saja: kenapa LSI terus bergulir? Siapa yang mau terus menerus menyokongnya?
Beberapa laporan menyebutkan, sebagai sponsor utama LSI, PT Djarum menggelontorkan ratusan miliar per satu putaran kompetesi. Beberapa perusahaan sponsor pendukung juga membayar mahal. Jangan lupa juga ada harga jam tayang siaran televisi. Semua dana masuk ke PT Liga Indonesia yang dimiliki oleh PSSI dan beberapa pengurusnya.
Namun di sisi lain, berkali-kali terdengar keluhan: PT Liga Indonesia atau PSSI belum membayar fee atau hadiah kepada klub peserta LSI. PSSI juga kerap menyebut minimnya fasilitas sebagai biang minimnya prestasi. Bahkan pemerintah selaku pengelola Gelora Bung Karno (GBK) juga kerap dipersalahkan, sebab untuk tampil di sana PSSI pun harus merogoh uang sendiri.
Lalu kemana larinya uang sponsor hasil memutar kompetisi yang berlangsung setiap tahun, jika banyak klub merasa tidak mendapat jatah sebagaimana semestinya? Inilah yang tidak pernah jelas, sebab sebagai sebuah perusahaan swasta PT Liga Indonesia tidak gampang diintervensi. PSSI pun hanya sebatas melaporkan penggunaan dana bantuan pemerintah yang jumlahnya tidak seberapa.
Yang lebih merisaukan adalah terus berlanjutnya praktek mengeruk dana APBD oleh klub-klub peserta kompetisi, baik di LSI maupun Divisi Utama. Isu ini pernah menuai protes sekitar lima tahun lalu, sehingga Menteri Dalam Negeri sampai mengeluarkan peraturan Nomor 903/187/SJ yang isinya melarang dana APBD digunakan untuk menyokong kegiatan klub-klub sepak bola profesional.
Nyatanya peraturan itu hanya jadi macan kertas. Praktek penggunaan dana APBD untuk klub peserta kompetisi tetap terjadi. Bahkan di beberapa daerah terasa ironi, karena jumlah dana yang digunakan untuk menyokong klub sepak bola jauh lebih besar daripada dana yang dikeluarkan untuk membiayai sektor pendidikan dan kesehatan.
Soal besarnya dana yang terserap untuk membiayai klub bisa dilihat pada komponen transfer dan gaji pemain. Pemain top nasional, macam Bambang Pamungkas dan Firman Utina rata-rata bergaji Rp 100 juta per bulan. Harga yang sama juga berlaku bagi pemain asing yang pernah menjadi pemain nasional di negaranya. Itu belum termasuk bonus dan berbagai macam jaminan kesejahteraan.
Celakanya klub-klub yang membanggakan dirinya sebagai klub profesional, ternyata tidak mampu mengumpulkan dana sendiri, baik dari tiket pnonton maupun sponsor. Sementara dana besar yang masuk ke PT Liga Indonesia dan PSSI hanya menetes saja ke mereka. Akibatnya, dengan dalih "demi nama baik daerah" merekapun menjarah dana APBD.
Lihat Daftar Dosa Nurdin Halid Lengkap Satu Juta Facebooker Tuntut Nurdin Halid Mundur
Lagi-lagi, soal penjarahan ini PSSI mempunyai andil. Alih-alih mengajari klub-klub untuk meningkatkan profesionalisme menajemen klub, mereka malah dibela dan diajari untuk terus mengambil dana APBD. Beragam cara dilakukan, mulai dari menunjuk pejabat daerah sebagai Ketua Pengda PSSI atau ketua klub, sampai mengakali adminstrasi laporan pertanggungjawaban keuangan.
Dengan cara itu, pengurus PSSI tidak hanya merasa telah "membantu" membesarkan klub, tetapi juga terhindar dari tuntutan klub untuk berbagai dana yang masuk dari sponsor kompetisi. Itulah sebabnya mengapa Nurdin Halid dkk tidak mau beranjak dari PSSI, meskipun selama kepengurusannya nihil prestasi. detik.com
LPI VS LSI, Masalah Utama LPI VS LSI, Iklim Sepakbola Indonesia, Liga Primer Indonesia Profesional, Liga Super Indonesia, Rugi Finansial LSI, Video LPI 2011, Youtube Liga Primer Indonesia
Review Artikel: 100% based on 999 ratings. 999 user satisfaction.
No comments:
Post a Comment